Beranda | Artikel
Memahami Hakikat Kesyirikan pada Zaman Jahiliyyah (Bag. 2)
Senin, 19 Maret 2018

Baca pembahasan sebelumnya Memahami Hakikat Kesyirikan pada Zaman Jahiliyyah (Bag. 1)

Orang-Orang Musyrik Jahiliyyah juga Beribadah kepada Selain Allah

Pokok permasalahannya adalah karena di samping menyembah Allah Ta’ala, orang-orang musyrik jahiliyyah juga menyembah banyak sesembahan yang lain. Di antaranya, mereka menyembah para wali dan orang-orang shalih sebagaimana yang terjadi pada kaum Nuh ‘alaihis salaam ketika mereka bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap orang-orang shalih di kalangan mereka seperti Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr. Kaum Nuh ‘alaihis salaam menyembah kubur orang-orang shalih tersebut di samping mereka juga menyembah Allah Ta’ala. Mereka beralasan bahwa Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr adalah orang-orang shalih yang akan membantu mendekatkan diri mereka kepada Allah Ta’ala dan memberikan syafa’at untuk mereka di sisi Allah Ta’ala. [1]

Inilah kondisi orang-orang musyrik. Mereka juga menyembah para wali, orang-orang shalih, dan malaikat dengan beralasan, “Tidaklah kami menyembah mereka kecuali untuk mendekatkan diri kami kepada Allah Ta’ala” atau dengan beralasan, “Mereka adalah pemberi syafa’at bagi kami di sisi Allah Ta’ala.” Mereka tidak mengatakan, “Mereka adalah sekutu-sekutu Allah dalam masalah rububiyyah”, akan tetapi mereka mengatakan, “Mereka adalah hamba-hamba Allah yang menjadi wasilah (perantara) ibadah kami di sisi Allah, memberikan syafa’at bagi kami, dan mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya.”

Mereka tidak menyebut perbuatan mereka itu sebagai kesyirikan, karena memang setan telah memperdaya mereka bahwa perbuatan tersebut bukanlah kesyirikan. Menurut bisikan setan, perbuatan mereka itu hanyalah dalam rangka tawassul (mencari perantara dalam beribadah) dan tasyaffu’ (mencari syafa’at) dengan orang-orang shalih. Padahal, yang menjadi dasar penilaian bukanlah nama atau istilah yang mereka gunakan, namun hakikat dari perbuatannya. Perbuatan mereka itu tetap dinilai syirik meskipun mereka menyebutnya sebagai tasyaffu’ dan taqarrub. Karena nama atau istilah tidaklah mengubah hakikat sesuatu. Dan Allah Ta’ala tidaklah ridha disekutukan dengan sesuatu apa pun dalam peribadatan kepada-Nya. [2]

Para ulama telah menukil adanya ijma’  (kesepakatan) kafirnya orang-orang yang menjadikan makhluk sebagai perantara ibadah dirinya kepada Allah Ta’ala. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

فمن جعل الملائكة والأنبياء وسائط يدعوهم ويتوكل عليهم ويسألهم جلب المنافع ودفع المضار مثل أن يسألهم غفران الذنب وهداية القلوب وتفريج الكروب وسد الفاقات فهو كافر بإجماع المسلمين

“Barangsiapa yang menjadikan malaikat dan para Nabi sebagai perantara (dalam ibadah), mereka berdoa kepadanya, bertawakkal kepadanya, meminta kepada mereka untuk mendatangkan manfaat dan mencegah datangnya bahaya, misalnya meminta kepada mereka agar diampuni dosanya, mendapatkan hidayah, menghilangkan kesusahan, atau memenuhi kebutuhan, maka dia telah kafir dengan kesepakatan kaum muslimin.[3]

Syaikh Sulaiman bin ‘Abdillah Alu Syaikh rahimahullah berkata ketika mengomentari ijma’ yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah di atas,

“Itu adalah kesepakatan yang benar, dan termasuk dalam masalah agama yang dapat diketahui dengan sangat mudah. Para ulama madzhab yang empat dan yang lainnya telah menegaskan dalam masalah hukum murtad, bahwa barangsiapa yang menyekutukan Allah Ta’ala maka dia telah kafir. Maksudnya, di samping beribadah kepada Allah, dia juga beribadah kepada selain Allah dengan bentuk ibadah apa pun. Dan terdapat juga kesepakatan di dalam Al Qur’an dan As-Sunnah bahwa doa adalah ibadah. Sehingga apabila ditujukan kepada selain Allah, maka termasuk syirik.” [4]

Dari pejelasan-penjelasan di atas, jelaslah bahwa yang menjadikan orang kafir Quraisy sebagai orang musyrik adalah karena mereka beribadah kepada selain Allah Ta’ala, di samping juga beribadah kepada Allah Ta’ala. Mereka tidak mentauhidkan Allah Ta’ala dalam beribadah. Namun mereka juga mendekatkan diri kepada patung dan berhala yang merupakan perlambang orang-orang shalih. Ini merupakan penjelasan yang sangat jelas, bahwa orang musyrik pada zaman Rasulullah tidaklah jauh dari ibadah kepada Allah Ta’ala. Bahkan mereka adalah orang-orang yang ahli ibadah dan memiliki banyak kebaikan. Sehingga di satu sisi, mereka adalah orang-orang yang terbiasa bersedekah dan berdzikir, namun di sisi yang lain mereka termasuk orang-orang musyrik karena mereka juga beribadah kepada selain Allah Ta’ala. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerangi mereka semuanya, tanpa membedakan apa sesembahan yang mereka sembah selain Allah Ta’ala. [5]

[Bersambung]

***

Selesai disempurnakan menjelang ‘isya, Rotterdam NL 24 Jumadil akhir 1439/ 3 Maret 2018

Penulis: M. Saifudin Hakim

 

Catatan kaki:

[1]     Silakan dibaca tulisan kami:

https://muslim.or.id/32731-kesyirikan-pada-zaman-sekarang-ternyata-lebih-parah-03.html

[2]     Lihat Syarh Masail Jahiliyyah, hal. 20-21 karya Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafidzahullah.

[3]     Majmu’ Fataawa, 1/124.

[4]     Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid, 1/194.

[5]     Lihat Syarh Kasyfu Asy-Syubuhaat, hal. 25 karya Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh hafidzahullah.

🔍 Ruwaibidhah Adalah, Wanita Masuk Surga Dari Pintu Manapun, Cara Memakmurkan Masjid, Hadist Shahih, Adzan Adalah


Artikel asli: https://muslim.or.id/37309-memahami-hakikat-kesyirikan-pada-zaman-jahiliyyah-02.html